首页 > 时尚
Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris
发布日期:2025-05-18 07:39:35
浏览次数:607
Warta Ekonomi,quickq会员多少钱 Jakarta -

Dji Sam Soe adalah merek rokok kretek legendaris asli Indonesia. produk yang dijuluki dengan King Of Kretek ini telah hadir lebih dari satu abad di tanah air. PT HM Sampoerna Tbk yang menjadi produsen Dji Sam Soe ini didirikan oleh Liem Seeng Tee, seorang imigran dari Tiongkok. 

Liem Seeng Tee diketahui lahir pada tahun 1893 di Fujian Tiongkok. Ia lahir dari keluarga kurang mampu dan saat berusia 4 tahun ia telah ditinggal ibunya yang berpulang dalam keadaan sakit dan tak tahan di musim dingin. 

Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris

Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris

Satu tahun setelah ibunya meninggal, ia bersama ayah dan kakak perempuannya ingin mengadu nasib ke tempat lain untuk kehidupan yang lebih baik. Selama berminggu-minggu perjalanan dengan menumpang kapal dagang mereka akhirnya tiba di Singapura. Di Singapura, ia harus berpisah dengan kakak perempuannya karena telah diadopsi oleh sebuah keluarga disana. 

Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris

Kemudian ia bersama ayahnya melanjutkan perjalanan ke Jawa Timur dan akhirnya tiba di Surabaya. Setelah enam bulan tiba di Surabaya, nasib buruk harus datang kembali kepada Liem karena sang ayah meninggal dunia. Kemudian Liem kemudian diadopsi oleh keluarga Hokkien sederhana yang ada di Surabaya. Sesuai dengan peraturan pemerintah saat itu, nama Liem kemudian berubah menjadi Sampoerna. 

Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris

Saat masih remaja di usia 11 tahun, Sampoerna meninggalkan rumah keluarga angkatnya untuk bekerja di sebuah restoran kecil. Waktu pun berlalu hingga pada 1912, ia menikah dengan Siem Tjiang Nio. Setelah memiliki beberapa uang yang cukup ia dan sang istri mendirikan warung kelontong kecil. Warung tersebut dikelola oleh sang istri dan Liem berjualan di kereta.

Suatu saat, ia mendapat tawaran kerja untuk meracik dan menggulung rokok di Lamongan. Karena gaji yang ditawarkan cukup besar ia pun menerima tawaran tersebut bahkan sampai rela bolak-balik Surabaya-Lamongan. Di tahun 1913, Sampoerna memiliki ide untuk menjual rokok racikannya di warung kelontongnya sendiri. Di luar dugaan, rokok racikannya tersebut disukai pembeli setempat hingga pendapatan warung yang diberi nama Handelman Maatschappij (HM) itu melonjak tajam. Rokok yang ia jual tersebut diberi nama bernama Dji Sam Soe.

Seiring berjalannya waktu, kehidupan Sampoerna beserta istrinya berangsur-angsur membaik bahkan mereka mampu membeli sebuah gedung bekas yayasan panti asuhan untuk gunakan sebagai tempat dan fasilitas untuk memproduksi rokok Sampoerna. Sampai saat ini, kawasan tersebut dikenal dengan nama Pabrik Taman Sampoerna dan masih terus beroperasi. 

Di dalam kompleks tersebut juga terdapat sebuah aula besar yang ia jadikan sebagai bioskop pada 1932 hingga 1961. Bahkan, arti kelas dunia Charlie Chaplin pernah menyambangi bioskop ini ketika berkunjung ke Surabaya.

Namun bisnis Sampoerna juga pernah mengalami kemerosotan, terutama pada tahun 1942 kediamannya hancur lebur dijarah oleh pemerintah Jepang. Harta Bendanya dirampas dan ia sekeluarga ditahan di pengasingan. Tiga tahun kemudian, Sampoerna dan keluarga berhasil berkumpul kembali dan merenovasi kediaman mereka yang sudah luluh lantak di tanah.

Sembari membangun kembali rumahnya dari nol, begitu juga dengan bisnis rokoknya. Hingga akhirnya Sampoerna wafat pada 1956 dan perusahaan rokoknya dikelola oleh anak keduanya, yaitu Swie Ling alias Aga Sampoerna. 

Pada tahun 1963 perseroan akhirnya didirikan dengan mengganti nama Belanda menjadi dPT Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna. Di bawah kepemimpinan Aga, PT HM Sampoerna mampu bangkit kembali perusahaan dengan manajemen yang lebih baik. Karena sebelumnya, Aga juga telah merintis bisnis rokoknya sendiri dengan nama "Panamas" lewat PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas yang didirikan pada 19 Oktober 1963 dan berbasis di Bali. 

Lambat laun PT HM Sampoerna sudah memiliki 1.200 karyawan dan produksinya mencapai 1,3 juta batang/hari. Aga memiliki prinsip bahwa semua rokok yang diproduksi perusahaan, harus terjual pada hari itu juga. Maka, dengan segala strategi akhirnya rokok Sampoerna terjual 2,5 juta batang/hari dan mendatangkan keuntungan US$ 250.000/bulan.

Kemudian di tahun 1977, Putera Sampoerna yang merupakan anak dari Aga, masuk ke dalam manajemen perusahaan dan melakukan modernisasi distribusi dan kinerja perusahaan. Generasi ketiga tersebut menciptakan banyak inovasi seperti membangun pabrik baru seluas 153 hektar yang memproduksi rokok secara terpadu dan modern serta membeli tembakau langsung dari petani.

Kolaborasi antara Putera dan Aga kemudian juga merambah ke bidang transportasi, percetakan, periklanan, perdagangan, dan lainnya. Diketahui, Sampoerna telah memiliki saham di perusahaan supermarket Alfa, bergerak di bidang perbankan melalui Sampoerna Bank serta terjun ke industri mebel. Kini, Dji Sam Soe pun dikendalikan oleh generasi keempat Sampoerna, yakni Michael Sampoerna, yang merupakan  anak dari Putera Sampoerna. 

Pada suatu kesempatan, Putera Sampoerna mengatakan bahwa kunci sukses Sampoerna adalah selalu menjaga cita rasa. Menurutnya, baik sigaret kretek tangan maupun sigaret kretek mesin hasil yang diproduksi PT Sampoerna seluruhnya dikerjakan dengan dasar tradisi kesempurnaan dan keunggulan mutu. 

Karena mempertahankan kualitas racikan ini, cita rasa dan aroma Dji Sam Soe pun tetap terjaga dan menjadi legendaris di Indonesia. Maka tak diragukan lagi, Dji Sam Soe pun sering mendapat julukan sebagai “King of Kretek” dan “Mother of All Kretek”.

Akhirnya pada tahun 2005, menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam buku "Liem Sioe Liong dan Salim Group", bisnis rokok legendaris itupun akhirnya dijual kepada Philip Morris, produsen rokok asal Amerika Serikat dengan keahlian pada produk rokok putih seperti Marlboro, Virginia Slims, dan Benson & Hedges. Padahal pada saat itu Sampoerna menjadi penguasa pasar rokok di Indonesia dengan pangsa pasar 25%. Pemilik utama PT HM Sampoerna Tbk. saat ini adalah Philip Morris International (PMI), dengan kepemilikan sebesar 92,50% saham.

上一篇:Dermies Max by ERHA Salurkan Keuntungan Perusahaan untuk Beasiswa Masyarakat Marjinal
下一篇:Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris
相关文章