JAKARTA,quickq苹果版下载vqn DISWAY.ID– Tuntutan agar perusahaan aplikasi ride-hailing memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada mitra pengemudi semakin menggema.
Serikat pekerja dan berbagai kelompok pengemudi menekan pemerintah agar mengeluarkan regulasi yang mewajibkan perusahaan membayar THR secara tunai, bukan dalam bentuk insentif.
Di satu sisi, kebijakan ini dinilai sebagai langkah populis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pengemudi.
Namun, di sisi lain, banyak pakar ekonomi dan hukum menilai bahwa regulasi ini bisa menjadi ancaman serius bagi industri ride-hailing di Indonesia, bahkan berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan kemitraan besar-besaran.
BACA JUGA:THR 2025 untuk Karyawan Swasta dan ASN Kapan Cair? Simak Besaran Dana yang Diterima
Mitra atau Karyawan? Status Hukum yang Diperdebatkan
Perdebatan utama dalam polemik ini adalah status hukum mitra pengemudi. Menurut Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, hubungan antara pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan kemitraan, bukan hubungan kerja.
Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 menegaskan bahwa pengemudi ojol bukanlah karyawan, melainkan mitra yang memiliki kebebasan dalam menentukan jam kerja dan menerima atau menolak pesanan.
Oleh karena itu, regulasi terkait THR yang diterapkan pada karyawan tidak dapat serta-merta diberlakukan pada mereka.
"Jika mitra diberikan THR seperti karyawan tetap, ini bisa berdampak pada perubahan status hukum mereka. Akibatnya, perusahaan mungkin akan membatasi jumlah mitra atau menerapkan sistem kerja yang lebih kaku," ujar Prof. Aloysius.
Jika hal ini terjadi, jutaan mitra pengemudi berisiko kehilangan akses terhadap pekerjaan fleksibel yang selama ini menjadi daya tarik utama industri ride-hailing.
BACA JUGA:Jadwal Bioskop Trans TV Hari Ini 27 Februari 2025 Lengkap Sinopsis, Nonton Film Romance-Thriller
Ancaman Bagi Keberlanjutan Bisnis
Selain dampak hukum, kebijakan THR juga menimbulkan tantangan finansial bagi perusahaan aplikasi. Model bisnis ride-hailing didasarkan pada sistem komisi yang relatif kecil dari setiap transaksi.
Menurut laporan McKinsey (2023), margin keuntungan rata-rata perusahaan ride-hailing global hanya sekitar 3-5 persen.
Jika perusahaan diwajibkan membayar THR setara satu bulan penghasilan mitra, maka mereka harus mengalokasikan anggaran besar yang berpotensi mengganggu keberlanjutan bisnis. Beberapa skenario yang mungkin terjadi antara lain:
- 1
- 2
- 3
- »
Desakan THR Driver Ojol Menggema: Kesejahteraan atau Ancaman bagi Industri?
人参与 | 时间:2025-06-04 01:27:03
相关文章
- Penularan Corona di KRL Tinggi, Angker Nyantai: Ikhtiar Tetap, Doa Selamat Jangan Putus
- Otot Kuat dan Anti
- Tebar Kebaikan di Bulan Ramadan, Kemlu RI Dukung Inisiatif Bantuan Kemanusiaan
- Cara Menurunkan Berat Badan Setelah Lebaran
- Anjing hingga Llama Kini Sambut Hangat Penumpang di Banyak Bandara
- Manfaat Pose Yoga Mengangkat Kaki ke Dinding, Stres Reda Seketika
- Survei IPO Tunjukkan 71% Masyarakat Dukung Kebijakan Efisiensi Presiden Prabowo
- Saran Pakar untuk Kamar Hotel: Jangan Pilih di Lantai Dasar
- Kader Tertangkap Karena Doyan Nyabu, Begini Pembelaan PAN
- 8 Penyebab Pecah Pembuluh Darah Seperti yang Dialami Titiek Puspa
评论专区